Oleh Soleman Montori.
Dalam
bidang apa pun untuk menggapai sesuatu butuh pengorbanan dan
perjuangan, baik dalam skala besar maupun kecil. Hal seperti ini telah
dialami dan dirasakan oleh bangsa Indonesia ketika berjuang untuk
merebut kemerdekaan. Ada yang gugur muda. Sebagian bernama, yang lainnya
gugur dan tak dikenal, adalah bukti kegigihan para pahlawan yang gugur
sebagai kusuma bangsa.
Mereka
berjuang tanpa pamrih demi kepentingan bersama. Kiat, strategi dan
berbagai cara dilakukan untuk mencapai satu sasaran akhir, yaitu
Indonesia merdeka. TKR/ABRI berjuang dengan senjata; para politikus
berjuang melalui jalur diplomasi; rakyat bergerilya dengan bambu
runcing; para ilmuwan berjuang melalui karya-karya ilmiah;budayawan
dan seniman pun tak tinggal diam, mereka berjuang melalui karya seni
budaya. Mengapa kemerdekaan harus diperjuangkan dan apa sesungguhnya
kemerdekaan itu?
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia, kemerdekaan adalah keadaan atau hal
berdiri sendiri, yaitu bebas atau lepas; tidak terjajah lagi atau tidak
diperintah oleh negara lain. Kemerdekaan bukan sekedar mengusir kaum
penjajah untuk meninggalkan tanah air atau beralihnya penguasa dan
kekuasaan dari bangsa penjajah ke bangsa Indonesia, namun kemerdekaan
dimaknai juga sebagai upaya merebut merebut kembali tanggung jawab untuk
melakukan pemerintahan sendiri, memajukan dan mengsejahterakan bangsa
Indonesia.
Kemerdekaan
menuntut seluruh anak bangsa Indonesia untuk bekerja secara
sungguh-sungguh; memiliki tanggung jawab bernegara dan berdisiplin
nasional. Tanpa tanggung jawab bernegara, kemerdekaan yang kini berusia
69 tahun tidak banyak berarti. Tanpa disiplin nasional, kemerdekaan akan
kebablasan dan melahirkan anarki.
Bila
kita renungkan sejarah pertumbuhan bangsa Indonesia selama kurung waktu
69 tahun, ternyata proklamasi 17 Agustus 1945 bukan hanya sekedar
pernyataan bahwa bangsa Indonesia telah merdeka, tetapi juga bermakna
dan berisi suatu cita-cita yang harus kita wujudkan bersama untuk
menjadi kenyataan.
Sebagai
cita-cita, proklamasi 17 Agustus 1945 mengamanatkan kepada kita suatu
tugas sejarah yang berat, yakni kita harus mengisi kemerdekaan dengan
usaha-usaha pembangunan untuk mewujudkan masyarakat Pancasila;
masyarakat adil dan makmur, baikdalam bidang fisik kebendaan maupun dalam bidang mental kerohanian.
Kegigihan
para pejuang bangsa Indonesia yang telah mengerahkan sebahagian
kebebasan yang dimilikinya untuk memperjuangkan kemerdekaan 1945 adalah
kelanjutan, peningkatan dan pembaharuan dari para pahlawan nasional
sebelumnya seperti Diponegoro, Sam Ratulangi, Robert Wolter Mongisidi,
Hasanuddin, Pattimura, dan sejumlah pahlawan nasional lainnya.
Perjuangan
para patriot bangsa dalam rentang waktu yang panjang mencapai puncaknya
pada proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Selama 20 tahun setelah
kemerdekaan, yaitu sejak tahun 1945 sampai 1965, bangsa Indonesia
berjuang mempertahankan NKRI berdasarkan Pancasila dari segala
rongrongan ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Dari tahun 1945
hingga pengakuan kedaulatan menjelang akhir tahun 1950, bangsa Indonesia
berjuang dalam perang kemerdekaan. Akhirnya setelah melalui perjuangan
yang berat dalam waktu yang relatif lama, bangsa Indonesia berhasil
membulatkan seluruh wilayah NKRI, yaitu merebut kembali Irian Jaya (kini
Papua) pada tahun 1962, yang semula masih berada dalam kekuasaan
Belanda.
Sejak pengakuan kedaulatan pada 17 Agustus1945
dan tahun-tahun sesudahnya, bangsa Indonesia berjuang melawan bahaya
federalisme, separatisme, kesukuan, kedaerahan, ekstrim kanan dan
ekstrim kiri. Kadang ancaman dan bahaya tersebut bercampur dengan
kekuatan asing. Semua itu bangsa Indonesia rasakan sebagai bagian dari
perkembangan dan pertumbuhan ke arah kematangan, kedewasaan dan sebagai
pelajaran yang sangat berharga.
Sejarah
mencatat, bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan telah
membayar dengan harga yang sangat mahal. Kemerdekaan tidak diperjuangkan
dalam cahaya yang terang benderang, tapi di tengah deru mesin, letusan
senapan dan dentuman meriam yang telah menggugurkan sejumlah kesatria
dan telah menyebabkan sejumlah anak kehilangan ayah dan ibu.
Kendatipun
bangsa Indonesia telah berhasil memperjuangkan kemerdekaan, namun kita
tidak boleh meninggalkan kewaspadaan. Kita harus tetap mawas diri dan
mengkosolidasikan diri, baik di bidang idiologi, politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan keamanan (hankam).
Tanggal 17 Agustus 1945 bagi
bangsa Indonesia adalah tanggal yang penuh sejarah. Setiap tahun, baik
di desa maupun di kota, selalu dirayakan dengan upacara dan dimeriahkan
dengan berbagai kegiatan yang kemeriahannya melebihi perayaan hari
nasional lainnya.Selain meriah, tanggal 17 Agustusjuga
disebut dengan beraneka ragam nama seperti peringatan hari kemerdekaan,
perayaan hari lahir bangsa Indonesia, peringatan proklamasi
kemerdekaan, hari pembebasan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
merdeka, dan sejumlah sebutan lainnya.
Betapa pun bervariasinya sebutan peristiwa pada 17 Agustus1945, namun yang jelas tanggal17 Agustus2014 ini seperti juga tahun-tahun sebelumnya, yaitu tanggal yang tidak terlewatkan tanpa kesan.Di sana-sini, di sudut kota atau desa pasti ada gebyar yang penuh pesona dan daya pikat untuk menyemarakannya.
Bila
kita kembali mengingat dan merenungkan jasa para pahlawan kemerdekaan,
suasana pada tanggal 17 Agustus sangat mengharukan hati setiap warga
bangsa Indonesia yang telah dijajah selama 350 tahun oleh bangsa Belanda
dan 3,5 tahun oleh bangsa Jepang.
Sejarah
mencatat, kepribadian bangsa Indonesia dibangun sejak imperium
Majapahit dan Sriwijaya, dan “didewasakan” oleh penjajah Belanda selama
350 tahun. Semua itu dalam usia kemerdekaan bangsa Indonesia yang kini
telah mencapai 69 tahunmemiliki
pengaruh dari segi budaya dan kultur. Beberapa generasi telah
melewatinya dengan suka dan duka, dan yang lainnya telah merasakan
langsung pahit getirnya cengkraman bangsa penjajah.
Seluruh
strata masyarakat Indonesia memiliki tanggung jawab yang sama mengisi
kemerdekaan sesuai dengan beban tugas dan potensi masing-masing.
Tanggung jawab siswa misalnya mengisi kemerdekaan dengan giat belajar,
tidak terlibat atau melibatkan diri dalam tindak kriminal seperti panah
wayer, miras dan tawuran antarkampung, tapi saling bahu membahu membuat
apa yang belum baik menjadi baik dan apa yang sudah baik menjadi lebih
baik.
Kita
patut bersyukur kepada Tuhan karena pada tanggal 17 Agustus tahun 2014
ini kita dapat memperingati kemerdekaan RI yang ke-69. Usia kemerdekaan
yang melebihi setengah abad ini dicapai karena komitmen dan tekad
bersama untuk terus maju mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa.
Upaya
mengisi kemerdekaan melalui pembangunan, baik yang sudah, sedang dan
akan dilakukan di masa yang akan datang adalah tanggung jawab semua;
bukan semata-mata masalah generasi yang akan datang atau masalah
generasi sesudahnya, tetapi merupakan masalah bangsa Indonesia saat ini.
Dalam
upaya mengisi kemerdekaan, kita harus memperhatikan dan memperhitungkan
dampak yang akan dialami di masa mendatang. Generasi muda misalnya
dalam mengisi kemerdekaan hendaknya dapat membebaskan diri dari
penyalahgunaan obat terlarang seperti ectasy, narkoba, miras, dan jenis obat-obatan berbahaya lainnya, yang berakibat fatal bagi kesehatan fisik dan mental.
Gangguan fisik dan mental yang telah diracuniobat-obatan terlarang tersebutdapat
mengakibatkan merosotnya moral seseorang, dan berdampak negatif
terhadap agama sebagai moral iman, terhadap Pancasila sebagai moral
bangsa, dan terhadap UUD 1945 sebagai moral hukum.
Mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah salah satu tujuan
kemerdekaan republik Indonesia. Tujuan lainnya sebagaimana tertuang
dalam pembukaan UUD 1945dalam
kalimat yang tersusun secara puitis, indah dan serasi, yang menyatakan
bahwa penjajahan tidak sesuai dengan peri kehidupan dan peri keadilan.
Makna ungkapan ini adalah mengalihtugaskan dan mengikat kita kepada
tugas dan tanggung jawab untuk membangun dan mewujudkan keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pembukaan
UUD 1945 mengamanatkan bahwa dalam alam kemerdekaan, bangsa kita
mengembang tugas luhur, yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Kalimat
ini mengandung arti bahwa perjuangan bangsa Indonesia bukan hanya
mencakup cita-cita mengenai masyarakat, bangsa dan negara Indonesia
semata, melainkan juga mengenai masyarakat dunia pada umumnya.
Sejarah
telah mencatat dan membuktikan bahwa bentuk-bentuk menguasai dan
menindas pernah dialami dan dirasakan oleh bangsa Indonesia selama 350
dibelenggu oleh bangsa Belanda. Bangsa Indonesia dianggap bodoh dan
diperbodoh, dikuras, dieksploitasi bahkan diadu domba. Tetapi berkat
anugerah dan rahmat Tuhan yang menyertai perjuangan gigih para tokoh
pergerakan bangsa dan bantuan sepenuhnya dari seluruh rakyat membuat
bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dapat memproklamasikan
kemerdekaannya.
Bila
fakta sejarah digali lebih jauh akan nampak bahwa lahirnya negara
kesatuan republik Indonesia ditandai dengan pencurahan perhatian pada
segi yuridisnya. Akanterasa
ganjil jika ada sebuah negara yang berdiri, namun belum memiliki hukum
secara tertulis. Sejumlah tokoh pada saat itu bekerja ekstra keras untuk
melahirkan sebuah produk hukum yang sekarang dikenal dengan nama UUD
1945, yang telah 4 (empat) kali diamandemen.
Masalah penjajahandi
dalam mukadimah UUD 1945 menjadi hal pertama dibicarakan. Karena
penjajahan tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Penilaian terhadap penjajahan sudah sedemikian “hitam” sehingga harus
dicantumkan oleh para the founding father di dalam pembukaan UUD 1945 dengan pernyataan yang cukup “keras.”
Derita
yang dialami bangsa Indonesia akibat penjajahan melahirkan corak
penilaian yang kasar bahwa bangsa penjajah adalah jelek, jahat dan
sebutan sejenis lainnya kecuali yang baik; sedangkan bangsa Indonesia
sebagai korban penjajahan dianggap bangsa yang baik plus semua sebutan
yang sejenis kecuali yang jelek.
Pola
pikir “hitam putih” tersebut sebenarnya sudah kadaluwarsa, karena UUD
1945 tidak bermaksud membangkitkan dendam sejarah di hati
generasi-generasi pasca 1945 untuk tetap memusuhi penjajah. Di eramodern ini, ternyata
penjajahan yang lebih berbahaya bila dilakukan oleh bangsa sendiri. Ada
sebagian warga masyarakat berpura-pura mencintai negara dan bangsanya,
tapi di baliknya terdapat niat untuk menghacurkan dan memusuhinya.
Teroris, Islamic State of Iraq-Suriah (ISIS) dan korupsi, adalah sejumlah contohnya.
Caci makiterhadap
penjajah tidak perlu berlarut-larut. UUD 1945 justru membebani kita
dengan tugas untuk mempertanggungjawabkan kemerdekaan antara lain
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam rangka
mewujudkan keadilan sosial itulah, negara kita tidak berjuang sendirian.
Mau tidak mau negara lain pun ikut menjadi mitra, termasuk
negara-negara yang pernah mendapat predikat sebagai penjajah bangsa
Indonesia. Entah sebagai mitra dagang atau sebagai pemasok modal, namun
yang jelas di era globalisasi ini bukan saatnya lagi menganggap
negara-negara yang pernah menjajah bangsa kitasebagai musuh, melainkan sebagai mitra juang dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia.
Dalam
usia kemerdekaan 69 tahun, bangsa Indonesia telah melalui banyak
liku-liku pengalaman. Dari sejumlah pengalaman ada yang menyebabkan
bangsa kita bergembira dan bergairah, namun tak sedikit pula ditemui
hal-hal yang membuat kita cemas dan mengelus dada.
Setelah Seokarno-Hatta memproklamirkan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, katakompeni,
kerja rodi dan romusha tinggal kenangan. Arti kemerdekaan pada rezim
Soekarno adalah kebebasan dari penjajahan bangsa asing, menghilangkan
pengaruh budaya asing, dan berupaya berdiri di atas kaki sendiri. Namun
Soekarno terjebak dalam rangkulan komunisme, yang merupakan budaya
asing.
Pada
rezim Soeharto, bangsa Indonesia juga dinilai belum merdeka sepenuhnya,
misalnya sebelum pilpres dilaksanakan, pemenangnya sudah diketahui dan
berlangsung selama Seoharto berkuasa. Juga dinilai represif; para
pengeritik ada yang berakhir dibui dan yang lainnya hilang tanpa bunyi.
Di
era reformasi, sejak presiden BJ. Habibie sampai SBY, kemerdekaan
dimaknai sebebas-bebasnya. Kemerdekaan berpendapat ada kalanya dilakukan
tanpa etika, tanpa batas dan tanpa aturan. Sistem di era reformasi yangbegitu
bebas membuat kemerdekaan sebagai suatu konsensus yang sama-sama harus
dihargai oleh seluruh anak bangsa Indonesia sebagai pagar atau batasan
tidak dihargai.
Pendekatan
yang berbeda membuat arti kemerdekaan pada setiap rezim atau orde juga
berbeda. Pada masa orde lama, acuannya adalah politik. Pada masa orde
baru, acuannya adalah pertumbuhan ekonomi. Padaorde reformasi, acuannya adalah penegakkan hukum.
Mengapa bisa berbeda-beda? Karena setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, masih ada yangmemaknai
kemerdekaan adalah berjuang secara fisik seperti melakukan tindakan
radikalisme dan teror. Di era yang kian tidak tertib sosial ini, arti
kemerdekaan adalah perjuangan menghadapi permasalahan sosial seperti
kemiskinan, keterlantaran, kesenjangan sosial, potensi konflik SARA di
sejumlah daerah, bencana alam (banjir, kekeringan, gempa bumi, tsunami,
gunung meletus), ketidakadilan sosial, dan masalah-masalah lainnya.
Di
dalam membangun, kita tidak luput dari berbagai tantangan dan masalah.
Dalam keadaan demikian, kita dituntut untuk berpikir matang dan
bijaksana, dan belajar dari masa lampau; belajar dari
keberhasilan-keberhasilan yang dicapai dan kegagalan-kegagalan yang
pernah dialami. Selain itu, kita dituntut secara arif melihat arah dan
kemungkinan masa depan yang penuh dengan berbagai tantangan dan
masalahnya.
Dalam
menghadapi dinamika dan perkembangan dunia, kita harus terus bekerja
keras dan berusaha agar kemajuan dan perkembangan dunia tidak memberi
dampak negatif, tetapi memberi manfaat yang besar bagi bangsa Indonesia.
Bila terdapat dampak negatif sepertiISIS, teroris, dan radikalisme, kita harus berjuang agar penyakit sosial yang bertentangan dengan peri kemanusiaan
dan peri keadilan tersebut dihapuskan, sehingga tercipta ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
Pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa dengan proklamasi kemerdekaan, bangsa kita telah memasuki pintu
gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur. Pembukaan UUD 1945 yang penuh keagungan itu ternyata
tidak lupa mencatat bahwa pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan.
Proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 tidak dapat dipisahkan dari Pancasila dan
UUD 1945. Mengapa? Karena yang dilahirkan oleh proklamasi kemerdekaan
adalah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Kemajuan
pembangunan yang bangsa Indonesia dambakan dalam alam kemerdekaan tidak
lain adalah masyarakat cerdas, maju dan sejahtera yang berkeadilan
sosial berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam
rangka memperingati HUT proklamasi kemerdekaan ke-69 tahun 2014 ini,
marilah kita merenungkan dan bertanya pada diri sendiri dan pada hati
nurani kita masing-masing. Apakah yang telah kita perbuat untuk kebaikan
masyarakat, bangsa dan negara yang telah merdeka ini? Apakah
kita telah memperkuat persatuan ataukah keberadaan kita menimbulkan
keretakan? Apakah kita membangun kerukunan ataukah kita menebar
kebencian? Apakah kita mendorong kemajuan ataukah kita mendesak
kemunduran? Apakah kita memberi lebih banyak kepada negara ataukah kita
mengambilnya dari negara?*Sol